Bab 824
Bab 824
Mulut pria itu disumpal dengan kaus kaki entah milik siapa. Dia sudah ketakutan sampai wajahnya penuh kecemasan.
Dia hanya naik kapal untuk mencari sensasi. Dia merasa kalau bentuk tubuh wanita itu sesuai dengan yang dia sukai dan hanya mengajukan usulan, tetapi kenapa mereka bertindak sekejam ini?
Semua orang yang naik kapal ini kotor, jadi untuk apa mereka berpura–pura?
Setelah Harvey menarik kaus kaki itu keluar, pria itu segera memohon ampun, “Hei, aku ini cuma bercanda. Coba lihat ekspresi kesalmu, kamu nggak perlu marah, ‘kan?”
*Heh.” Harvey tertawa dingin sambil melepaskan topeng pria itu. “Ayo kita bermain.”
Topeng adalah kain penutup malu mereka. Melepas topeng sama saja seperti mempermalukan mereka
di jalan.
Harvey mengenal wajah ini. Pria ini adalah seorang pengusaha terkenal di Kota Arama.
Gambaran citra keluarga bahagia dengan istri dan anak–anak yang sering dipromosikan oleh media. Anak–anak di rumahnya juga sangat berprestasi.
Namun, dia adalah seorang pria sukses yang melakukan perbuatan busuk di belakang layar. Ini sungguh
memuakkan.
“Topengku! Kembalikan padaku.”
Topeng itu jatuh dari celah jari Harvey dan kemudian diinjaknya hingga hancur,
Kakinya menghancurkan semua penyamaran mereka.
Harvey menggeser kakinya. Selama ini, dia selalu tahu tentang kebusukan manusia. Dia juga tahu kalau orang–orang kaya bermain di luaran sana.
Dia tidak punya kecenderungan ini, jadi tidak pernah memperhatikannya.
Sampai saat ini, Harvey masih ingat kalau mereka pernah berhubungan tahun lalu karena pria ini dianggap sebagai orang baik oleh media dan Harvey masih memperlakukannya dengan sopan.
Setelah mengetahui sifat asli pria ini, Harvey bahkan merasa kotor karena sudah menginjaknya.
Dia juga merasa muak melihat istri pria itu yang tampak anggun itu.
Saat Harvey mengingat tentang apa yang pria itu mau lakukan ke Selena, dia berkata dengan dingin, Hancurkan tangannya.”
“Baik, Bos.” Alex juga mengenakan topeng. Tanpa belenggu identitas, dia memegang tongkat bisbol di tangannya, lalu mengayunkannya ke belakang kepalanya dengan santai.
“Kamu mau ngapain? Apa kamu tahu siapa aku?”
Alex tersenyum girang. “Tentu saja, Pak Dior, saya tidak pernah menyangka Bapak yang jelek bisa bermain–main seperti ini. Biasanya tidak ada yang peduli meski Bapak bermain–main, tapi suruh siapa Bapak mengganggu orang yang seharusnya tidak Bapak ganggu?”
Harvey memandang pria itu sejenak dengan dingin sebelum berbalik pergi. Saat pintu ditutup, terdengar tangisan pria itu yang memilukan hati.
Dia berdiri di depan pintu sambil merapikan lengan bajunya dengan alami dan anggun.
Bukan karena dia kejam, tetapi hampir semua orang yang naik kapal ini tidak normal. Orang itu sudah memperhatikan Selena. Kalau tidak mengambil tindakan terlebih dulu, orang itu mungkin akan mencoba melakukan sesuatu secara diam–diam.
Kalau pergi ke jalan iblis, dia harus membuat iblis tidak punya jalan.
Kali ini, dia tidak akan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melukai Selena dan anaknya Ccontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.
lagi.
Harvey bersandar di pagar sambil merokok karena merasa gelisah.
Ombak di laut agak besar. Tubuhnya agak membungkuk dan satu tangannya menggenggam angin. Tubuh yang tinggi dan aura yang anggun itu menarik seorang wanita yang mengenakan topeng di
dekatnya.
Wanita itu mengenakan rok mini yang seksi dan mendekatinya dengan langkah anggun.
“Kak, boleh pinjam korek apinya?”
Ini adalah kode rahasia di kapal. Kalau kamu memberikan korek api kepada orang lain, itu dianggap sebagai persetujuan.
Harvey melirik wanita yang sengaja berpose untuk memperlihatkan dadanya.
Harvey langsung melemparkan korek api itu ke laut dengan pandangan dan tekadnya yang kuat, lalu
pergi tanpa ekspresi,
Perempuan itu melihat punggungnya yang dingin dan tersenyum dengan senyuman yang penuh minat.
Pria ini, lumayan menarik.
Saat Harvey kembali, dia tidak lagi terlihat dingin dan kejam seperti sebelumnya. Dia melepaskan topengnya dan membawa sepotong kecil kue di tangannya.
Si gadis kecil melihatnya dan matanya bersinar. Dia berlari ke arahnya dengan gembira.
*Paman.”