Bab 69
Bab 69
Bab 69 Foto-foto
Finno mengangkat alisnya bingung seraya menunjukkan laptopnya kearah Vivin. “Nama restoran ini Selera Italia. Aku kira mereka menyediakan semua hidangan khas Italia.
Vivin spontan merasa malu.
Dia memang benar-benar anak dari keluarga kaya. Siapa orang yang akan menganggap nama restoran dan nama hidangan dengan begitu serius jaman sekarang? Pikirnya.
“Kebanyakan resotoran-restoran Italia yang menawarkan makanan pesan-antar akan menyajikan pizza seperti ini,” ujar Vivin sambil meletakkan pizza itu keatas meja. “Apa kau pernah mencoba pizza?”
“Ya, aku pernah mencoba pizza bakar arang saat berlibur di Eropa.” Finno menundukkan pandangannya dan melanjutkan, “Tapi aku tidak pernah mencoba pizza yang disajikan dengan kotak pesan-antar seperti ini.”
“Yah, pasti selalu ada kali pertama untuk semuanya, kan.” Vivin tersenyum sambil mengambil sepotong pizza dan memberikannya pada Finno.
Finno menjulurkan tangannya untuk mengambil pizza itu. Dia menggigitnya sedikit dan agak mengernyit. “Rasanya tidak mirip pizza yang kucoba dulu.”
“Haha, tidak buruk kok makan sesuatu seperti ini kadang-kadang,” hibur Vivin.
Dia mengambil sepotong pizza setelah mengucapkan kalimat itu dan mulai memakannya.
Dibandingkan dengan makanan mewah yang disiapkan Muti, dia lebih suka makanan sederhana yang cocok dengan seleranya.
Dia mengingat masa-masa kuliahnya dimana dia akan membeli makanan cepat saji seperti ini di pedagang kaki lima dibelakang Universitas Gandratama bersama Fabian. Meskipun makanan- makanan itu tidak sehat, mereka menikmatinya.
Finno menatap bingung kearah wanita dihadapannya yang tengah mengunyah pizza dimulutnya dengan senyum riang.
Dia tiba-tiba sadar, mungkin dia tidak terlalu mengenal Vivin.
Noah datang saat pasangan itu sedang makan pizza.
Saat dia masuk, matanya terbelalak kaget saat melihat pizza yang diletakkan diatas meja kopi.
Sebagai asisten pribadinya, Noah tahu betapa Finno sangat teliti akan makanannya. Tapi sekarang, dia makan pizza?
Dia mencoba menutup raut wajah terkejutnya dan menyerahkan sebuah amplop kepada Finno. “Pak Normando, ini foto-foto yang saya temukan,” lapornya sopan.
Vivin yang tengah makan pizza berpikir jika dia harus meninggalkan ruangan itu. Tapi, Finno tidak terlihat keberatan dengan keberadaannya lantaran ia langsung membuka amplop itu dan mengeluarkan foto-fotonya.
Finno mengerutkan dahi saat melihat foto-foto itu. “Foto-fotonya sangat kabur.”
Memang, foto itu hanya diambil oleh seorang turis. Di dalam gambar itu ada sebuah pohon willow dipinggir danau, dan seorang gadis kecil dalam balutan baju berwarna merah yang berdiri dipinggirnya. Sayangnya, wajahnya sangat tidak jelas.
“Maatkan saya, Pak Normando. Foto itu diambil oleh seseorang yang tak sengaja ada di lokasi kejadian. Tapi waktu dan pakaian gadis itu cocok dengan deskripsi Anda. Jadi, dia pasti gadis yang Anda cari.”
Finno mengangkat foto itu dan mencoba memutar ingatannya. Vivin melihat kearah foto itu karena penasaran.
Meskipun foto gadis itu kabur, dia bisa tahu kalau gadis itu kira-kira berumur lima belas tahun. Pakaian yang dikenakannya adalah bagian yang paling bisa dilihat dengan jelas. Dia mengenakan sebuah baju tutu berwarna merah yang punya desain unik.
Vivin mengernyitkan alisnya dan berkata, “Rok ini…” Content © copyrighted by NôvelDrama.Org.
Finno mengangkat alisnya penasaran, “Kau mengenali rok ini?”
“Rok itu terlihat familiar,” Vivin menggigit bibirnya, berpikir. “Oh, gaun ini! Seorang pahlawan wanita menggunakan gaun ini di sebuah kartun yang kutonton semasa SMP dulu. Itu adalah gaun Disney edisi terbatas. Pada saat itu, semua gadis berharap bisa memilikinya.”
Noah tiba-tiba ingat sesuatu dan berkata, “Oh iya, omong-omong, gadis yang Anda cari. seumuran dengan Anda, Nyonya Normando?”
Kejadian penculikan Finno terjadi sepuluh tahun lalu. Dan kebetulan, Vivin juga berusia. limabelas tahun sepuluh tahun yang lalu.
“Apa kau punya gaun ini juga?” Finno mengangkat alisnya